Senin, 17 Desember 2012

Makalah Psikologi Umum



Makalah Psikologi Umum

BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Masalah
Psikologi yang dalam istilah lama disebut ilmu jiwa itu berasal dari kata bahasa inggris, psychology. Kata psychology merupakan dua akar kata yang bersumber dari bahasa Greek (Yunani), yaitu psyche yang artinya jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa. Beberapa macam definisi psikologi yang satu sama lain berbeda, seperti
  1. Psikologi adalah ilmu kehidupan mental (the scence of mental life)
  2. Psikologi adalah ilmu menganai pikiran (the science of mine)
  3. Psikologi adalah ilmu tentang tingkah laku (the science of behavior)
Pada makalah ini akan dibahas bagian dari psikologi yaitu tentang sikap emosi, dalam hal emosi para ahli mengemukakan beberapa teori. Salah satu teori menyebutkan bahwa emosi timbul setelah terjadinya reaksi psikologis. teori lain berpendapat bahwa karena gejolak emosi itu menyiapak seseorang untuk mengatasi keadaan genting, orang primitif yang membuat respon semacam itu bisa survive dalam perjuangan hidupnya, lalu darimanakah emosi itu tinggal? Dari pikiran atau dari tubuh? Tentunya untuk mengungkap kebenaran hal itu sulit sekali.
  1. Hipotesis
    1. Apa itu emosi?
    2. Darimana itu emosi? Dan bagaimana perkembangannya?
    3. Bagaimanakah cara mengendalikan emosi?
BAB II
PEMBAHSAAN

  1. Hakekat Emosi
Darimana emosi itu muncul? Apakah dari pikiran atau dari tubuh? Pada hakikatnya setiap orang mempunyai emosi, dari bangun tidur pagi sampai malam hari, kita mengalami macam-macam pengalaman yang menimbulkan berbagai emosi pula.
Lantas apa yang dimaksud dengan emosi? Menurut William James (dalam Wedge, 1995), menurut beliau mendefinisikan emosi adalah kecenderungan untuk memiliki perasaan yang khas bila berhadapan dengan objek tertentu dalam lingkungannya. Crow dan Crow (1962), dia mengartikan emosi sebagai suatu kedaan yang bergejolak pada diri individu yang berfungsi sebagai inner adjustment (penyesuaian diri dalam) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahtraan dan keselamatan individu.
Dari definisi tersebut jelas bahwa emosi tidak selalu jelek, emosi meminjam ungkapan Jalaludin Rakhmat (1994), memberikan bumbu kepada kehidupan tanpa emosi hidup ini kering dan gersang.
Memang semua orang memiliki jenis perasaan yang serupa, namun intensipnya berbeda-beda, emosi-emosi ini dapat merupakan kecenderungan yang membuat kita frustasi, tetapi juga bisa menajdi modal untuk meraih kebahagiaan dan kesuksesan hidup. Semua itu tergantung pada emosi yang kita pilih dalam reaksi kita terhadap orang lain, kejadian-kejadian, dan situasi disekitar kita.
Disisi lain juga emosi itu kebanyakan cenderung untuk melakukan sesuatu hal yang jelek, dan jarang ada emosi yang bertujuan untuk hal yang baik.
  1. Teori-teori emosi
  2. Teori emosi dan faktor Schacter Sinyer
Teori emosi dua faktor schacer-singer dikenal sebagai teori yang klasik yang berorientasi pada rangsangan. Reaksi fsiologik dapat saja sama (hati berdebar, tekanan darah naik, nafas bertambah cepat, adrenalin di alirkan dalam darah dan sebagainya), namun jika rangsangannya menyenangkan emosi yang timbul dinamakan senang. Sebaliknya jika rangsangan yang membahayakan emosi yang dinamakan takut. Para ahli psikologi melihat teori ini lebih sesuai dengan teori kognisi.
  1. Teori emosi James-lange
Dalam tori ini disebutkan bahwa emosi timbil setelah terjadinya reaksi psikologik.
William James (1884), dari Amerika Serikat dan Carl Lange (1885), dari Denmark telah mengemukakan pada saat yang hampir bersamaan suatu teori tentang emosi mirip satu sama lainnya, sehingga teori ini terkenal dengan nama teori James-Lange (Effendi dan Praja, 1993; mahmud, 1990; Dirgagunarsa, 1996).
Menurut teori ini emosi adalah hasil prsepsi seseorang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respon terhadap berbagai rangsangan yang datang dari luar. Misalkan jika seseorang melihat harimau, reaksinya adalah peredaran darah cepat karena denyut jantung makin cepat, paru-paru lebih cepat memompa udara dan sebagainya. Respon-respon tubuh ini kemudian di persepsikan dan timbulah rasa takut. Mengapa rasa takut itu timbul? Ini disebabkan oleh hasil pengalaman dan proses belajar. Orang bersangkutan dari hasil pengalamnnya telah mengetahui bahwa harimau adalah makhluk yang berbahaya karena itu debaran jantung di persepsikan takut.
  1. Teori Emergency Cannon
Teori ini dikemukakan oleh Walter. B Cannon (1929), seorang psikolog dari Harvard University, Cannon dalam teorinya menyatakan bahwa karena gejolak emosi itu menyiapkan seseorang untuk mengatasi keadaan yang genting.
Teori ini menyebutkan emosi sebagai pengalaman subjektif psikologik, timbul bersama-sama dengan reaksi fsikologik (hati berdebar, tekanan darah naik, nafas bertambah cepat, adrenalin di alirkan dalam darah dan sebagainya).
Teori Cannon selanjutnya diperkuat oleh Philip Bard, sehingga lebih dikenal dengan teori Cannon-Bard atau teori “emergency” teori ini mengatakan pula bahwa emosi adalah reaksi yang diberikan oleh organisme dalam situasi emergency (darurat). Teori ini didasarkan pada pendapat bahwa ada antagonisme (fungsi yang bertentangan) antara saraf-saraf simpatis dengan cabang-cabang oranial dan secral daripada susunan saraf otonom. Jadi kalau saraf-saraf simpatis aktif sarat otonom nonaktif, dan begitu kebalikannya.
  1. Menggolongkan emosi
Membedakan suatu emosi lainnya dan menggolongkan emosi-emosi yang sejenis kedalam suatu golongan atau suatu tipe sangat sukar dilakukan karenaa hal-hal sebagai berikut?
  1. Emosi yang sangat mendalam, misalnya sangat marah atau sangat takut menyebabkan aktivitas badan sangat tinggi, sehingga seluruh tubuh aktif, dalam keadaan seperti ini sukar menentukan apakah seseorang itu sedang takut atau marah
  2. Penghayatan, satu orang yang dapat menghaytai satu macam emosi dengan berbagai cara misalnya kalau marah aseorang akan gemetar di tempat, tetapi lain kali ia memaki-maki atau mungkin lari
  3. Nama emosi, nama yang umumnya diberikan kepada berbagai jenis emosi didasarkan oleh sifat rangsangannya, bukan pada keadaan emosinya sendiri, jadi takut adalah emosi yang timbul terhadap suatu bahaya yang menjengkelkan.
  4. Pengenalan emosi, pengenalan emosi secara subjektif dan introspektif sukar dilakukan karena selalu saja ada pengaru dari lingkungan
Perubahan-perubahan pada tubuh saat terjadi emosi, terutama pada emosi yang kuat sering kali terjadi perubahan-perubahan pada tubuh kita antara lain :
  1. Reaksi elektris pada kulit: meningkat bila terpesona
  2. Peredaran darah : bertambah cepat bila marah
  3. Denyut jantung : bertambah cepat bila berdenyut
  4. Perubah rnapasan : bernapsas panjang bila kencang
  5. Pupil mata : membesar bila sakit atau marah
  6. Liur : mongering bila takut dan tegang
  7. Bulu roma : berdiri bila takut
  8. Percernaan : mencret-mencret bila tegang
  9. Komposisi darah : komposisi darah akan pucat berubah dalam keadaa emosional karena kelenjar-kelenjar lebih aktif.
  10. Perkembangan emosi
Para ahli psikolog sering menyebutkan bahwa dari semua aspek perkembangan, yang paling sukar untuk di klasifikasikan adalah perkembangan emosional. Orang-orang dewasapun sukar mendapat kesukaran dalam menyatakan perasaannya. Reaksi pada emosi pada dasarnya sanat dipengaruhi oleh lingkungan, kebudayaan dan sebagainya, sehingga mengukur emosi itu agaknya hampir tidak mungkin.
Dalam pertumbuhan yang normal, hubungan saraf-saraf itu berkembang di dalam  otak baru dan otak lama. Disaat kematangan ini tumbuh respon-respon emosional berkembang melalui empat jalan, hal ini sesuai dengan empat aspek emosi yaitu : (1) Stimulus, (2) perasaan, (3) respon-respon internal, (4) pola-pola tingkah laku.
  1. Gangguan emosi
Sekarang ini banyak teori yang muncul untuk mencoba menjelaskan sebab-musabab terjadinya gangguan emosional. Teori-teori tersebut dapat dikelompokan dalam tiga kategori; lingkungan, afektif, dan kongnitif (Hauck, 1967).
  1. Teori lingkungan
Teori lingkungan ini menganggap bahwa penyakit mental diakibatkan oleh berbagai kejadian yang menyebabkan timbulnya stres. pandangan tersebut beranggapan bahwa kejadian ini sendiri adalah penyebab langsung dari keterangan emosi.
Pada umumnya, orang menganggap teori ini sesuai dengan akal sehat dan menerima pandangan in begitu saja. Ucapan-ucapan seperti “ia membuat saya marah”, “film lucu itu membuat saya tertawa”, merupakan bukti nyata bahwa berbagai kejadian di dalam hidup kita mempunyai hubungan langsung dan satu terhadap satu dengan perasaan emosional kita.
Teori ini sama sekali tidak bisa menjelaskan mengapa pada suatu waktu kejadian tertentu membawa kesedihan, tetapi tidak demikian pada saat lain. Atau mengapa seorang bisa bersikap sangat tenang terhadap kejadian yang tidak menguntungkan, sedangkan orang lain bil aberhadapan dengan kejadian yang sama akan mengalami kecemasan.
Seperti yang kita lihat teori ini memang sangat masuk akal, namun hanya sampai batasan tertentu. Betapapun populernya teori tersebut tidak cukup untuk menerangkan secara luas gejala dari pergolakan emosional.
Menurut pandangan ini, tekanan emosional baru bisa dihilangan kalau masalah “penyebab” ketegangan tersebut di tiadakan. Selama masalh tersebut masih ada, biasanya  tidak banyak yang bisa dilakukan untuk menghilangkan perasaan-perasaan yang menyertainya. Karena yang disebut lebih dahulu diduga sebagai penyebab dari yang belakangan, secara logis bisa dikatakan bahwa penghilangan masalah selalu dapat menghilangkan kesukaran. Memang demikianlah yang sering terjadi tetapi ini belum tentu dapat menghilangkan reaksi emosional yang kuat sekali jika reaksi ini terjadi (Hauck 1967).
  1. Teori afektif
Pandangan profesional yang paling luas dianut mengenai gangguan mental adalah pandangan yang berusaha menemukan pengalaman emosional bawah sadar yang dialami seorang anak bermasalah dan kemudian membawa ingatan yang dilupakan dan ditakuti ini ke alam sadar, sehingga dapat di lihat dari sudut yang lebih realistik. Sebelum rasa takut dan rasa salah tersebut disadari, anak-anak itu diperkirakan hidup dengan pikiran bawah sadar yang ipenuhi dengan bahan-bahan yang menghancurkan yang tidak bisa dilihat, tetapi masih sangat aktif dan hidup. Ia bisa cemburu dan membenci ayahnya yang ditakutkan akan melukainya karena pikiran-pikiran jahat tersebut, anak itu mngkin merasa bersalah karena rasa benci itu sehingga amat berharap mendapat hukuman atas kejahatannya. Karena tidak menyadari kebencian itu si anak tidak menyadari bahwa si anak banyak kejadian tidak masuk akal terjadi atas dirinya sebenarnya adalah alat untuk menghukum dirinya sendiri.
Menurut pandangan ini bukan lingkungan seperti si ayah yang menimbulkan gangguan, tetapi perasaan bawah sadar sianak (atau dikatakan afeksi), kelepasan hanya bisa dicapai bila perasaan tersebut dimaklumi dan dihidupkan kembali dengan seorang yang tidak akan menghukum anak tersebut atas keinginan-keinginan berbahaya.
  1. Teori kongnitif
Sekarang ini hanya teori kognitif utama yang patut dibicarakan, yakni “Psikoterapi Rasional Emotif” yang ditemukan oleh Albert Ellis (1962), menurut teori  ini  penderitaan mental tidak disebabkan langsung oleh masalah kita atau perasaan bawah sadar kita akan masalah tersebut melainkan dari pendapat yang salah dan irasional. Yang di sadari maupun yang tidak disadari akan masalah-masalah yang kita hadapi.
  1. Macam-macam emosi
Atas dasar aktivitasnya tingkah laku emosinal dapat dibagi menjadi empat macam yaitu : (1) marah, orang bergerak menentang sumber frustasi, (2) takut, orang bergerak meninggalkan sumber frustasi, (3) cinta, orang bergerak menuju sumber  kesenangan, (4) defresi, orang menghentikan respon-respon terbukanya dan mengalihkan emosi ke dalam dirinya sendiri (Mahmud, 1990:167).
Dari hasil penelitiannya John B Watson, (dalam Mahmud 1990) menemjukan bahwa tiga dari ke empat respon emosional tersebut terdapat pada anak-anak, yaitu : takut, marah, dan cinta.
  1. Ekspresi dan emosi
Apakah ekspresi itu? Wullur (1970:16) melukiskan ekspresi sebagai “pernyataan batin seseorang dengan cara berkata, bernyanyi, bergerak, dengan catatan bahwa ekspresi itu selalu tumbuh karena dorongan akan menjelmakan perasaan atau buah pikiran”.
Ekspresi menurut Wullur, juga bersifat membersihkan,  membereskan (katarsis), karena itu ekspresi dapat mencegah timbulnya kejadian-kejadian yang tidak diberi kesempatan untuk menjelmakan perasaannya dan menghadapi perasaannya. Tanpa ekspresi, bahan yang terpendam itu dapat membahayakan, dan terkadang bisa menjadi letusan kecil ataupun juga menjadi letusan besar. Misalnya mengamuk bahkan membunuh, letusan yang lebih besar lagi adalah terjadinya letusan revolusi suatu bangsa yang bertahun-tahun atau berabad-abad tertindas.
Dalam kaitannya dengan emosi, kita dapat  membagi ekspresi emosional (emotional expression) dalam tiga macam (Dirgagunarsa, 1996:138) yakni : (1) startle response atau reaksi terkejuit, (2) facial and vocal expression atau ekspresi wajah dan suara, (3) posture and gesture atau ekspresi sikap dan gerak tubuh.
  1. Perasaan dan emosi
Perasaan adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang karena pengaruh pengetahuannya dinilai sebagai keadaan positif dan negatif’ (Koentjaraningrat, 1980).
Dalam mempelajari perasaan para ahli tidak mengadakan pembedaan yang tegas dengan emosi. Hal ini tampak pada pembagian perasaan yang dilakukan oleh beberapa ahli dibawah ini (Dirgagunarsa, 1996) yakni : (1) perasaan pengindraaan, (2) perasaan vital, (3) perasaan psikis (4) perasaan pribadi.
W. Stern mengadakan pembagian perasaan sebagai berikut: (1) perasaan yang bersangkutan dengan masa kini, (2) perasaan yang bersangkutan dengan masa lampau, (3) perasaan yang bersangkutan dengan masa yang akan datang.
Watson menyatakan bahwa manusia pada dasarrnya mempunyai tiga emosi dasar yakni: (1) fear, yang nantinya bisa berkembang menjadi anxiety atau cemas, (2) rage, yang akan berkembang antara lain menjadi anger (marah), (3) love, yang akan berkembang menjadi simpati.
Descrates juga mengemukakan emosi-emosi dasar sebanyak enam macam yakni : (1) desire, keinginan, (2) hate, benci, (3) wonder, kagum, (4) sorrow,kesedihan, (5)love, cinta, (6) joy, kegembiraan.
  1. Mengendalikan emosi
Mengendalikan emosi itu penting sekalai, karena kenapa? hal ini didasrkan atas kenyataan bahwa emosi mempunyai kemampuan untk mengomunikasikan diri kepada orang lain.
Supaya pergaulan kita sehari-hari dapat berjalan lancar dan dapat menikmati kehidupan yang tentram, kita tidak hanya mampu mengendalikan emosi, namun juga harus memiliki emosi yang tepat dengan mempertimbangkan keadaan, waktu, dan tempat. Maka menurut Wedge (1995), rahasia hidup yang bahagia dapat dinyatakan dalam suatu kalimat singkat, “pilihlah emosi anda seperti anda memiliki sepatu anda”.
Sehubungan dengan hal tersebut ada beberapa peraturan untuk mengendalikan emosi (Mahmud, 1990) yakni : (1) hadapilah emosi tersebut, (2) jika mungkin, tafsirkanlah kembali situasinya, (3) kembangkanlah rasa humor dan sikap realistis, (4) atasilah problem-problem yang menjadi sumber emosi.
BAB III
PENUTUP

  1. Kesimpulan
Secara garis besar pisikologi dapat di artikan sebagai salah satu cabang ilmu yang mempelajari tentang pola tingkah laku manusi pada umumnya.
Dari pembahasan di atas yang di ungkapkan oleh beberapa tokoh psikologi, mengenai apa itu emosi, perkembangan emosi dalam diri kita, bahkan bagaimana cara pengendalian emosi. Namun yang perlu kita ketahuii juga bahwa para ahli psikologi dalam melacak tentang emosi itu tentunya sangat berbeda dan juga beragam peafsiran.
Dalam PSIKOLOGI UMUM dalam lintas sejarah / Drs. Alex Sobur, M.Si – Cet 1 Bandung : Pustaka Setia, september 2003, 568 halm: 16 x 24 cm, telah di bahas dimana emosi itu menurut  William James (dalam Wedge, 1995), emosi adalah kecenderungan untuk memiliki perasaan yang khas bila berhadapan dengan objek tertentu dalam lingkungannya. Crow dan Crow (1962), mengartikan emosi sebagai suatu kedaan yang bergejolak pada diri individu yang berfungsi sebagai inner adjustment (penyesuaian diri dalam) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahtraan dan keselamatan individu.
Berdasarkan definisi yang du ungkapan oleh beliau, jadi pada intinya emosi itu akan selalu ada dan timbul pada setiap individu, baik tua maupun muda pasti mempunyai emosi, yang dimana emosi itu akan selalau muncul pada setiap individu sesuai dengan keadaan jiwa si individu tersebut, emosi itu bermacam-macam ada takut, marah dan cinta.
Kemudian emosi tersebut biasanya di luapkan oleh seseorang melalui ekspresi, agresi dan juga melalui sebuah perasaan.
Ketika kita berbicara tentang emosi tentu perasaan kita selslu ke arah negatif, karena kenapa? Karena emosi hampir dominan itu sangat membahayakan, tentunya hal yang tidak dinginkan menimpa pada kita.
Kita sebagai makhluk sosial yang selalu berhubungan dengan orang lain tentunya tidak ingin hubungan kita terputus karena dengan adanya emosi tersebut, ada beberapa cara untuk mengendalikan emosi diantaranya: (Mahmud, 1990) yakni : (1) hadapilah emosi tersebut, (2) jika mungkin, tafsirkanlah kembali situasinya, (3) kembangkanlah rasa humor dan sikap realistis, (4) atasilah problem-problem yang menjadi sumber emosi.
Dan yang lebih penting kita harus sadar betul akan diri kita, bahwa kita hidup perlu lingkungan yang sehat, perlu sosialisai, jadi kita membutuhkan teman-teman di sekelilking kita. Jika seandainya kita tidak bisa menjaga emosi kita tentu kita akan jauh dari temen-temen kita.
  1. Saran
Emosi yang ada diri kita tentunya harus bisa kita jaga sesuai dengan lingkungan, waktu dan juga tempat, apalagi kita sebagai Mahasiswa umumnya untuk seluruh individu manusia, kita harus bisa menjaga emosi jangan sampai emosi yang kita luapkan tidak sesuai dengan keadaan, karena kenapa? Karena emosi itu ada pada setiap individu termasuk kita, tidak mungkin seorang individu tidak punya individu. Oleh karena itu kita harus mawas diri dalam mengendalikan emosi tersebut.
Dalam hal lain selain kita harus bisa harus mawas diri, kita juga harus lebih mendekatkan diri kepada Allah, dengan menjauhi segala larangannya, karena seseorang yang jauh dari sifat buruk itu akan senan tisa mendapat Nurullah yaitu cahaya Allah, yang senantiasa perbuatannya selalu terjaga dengan hati-hati.
DAFTR PUSTAKA
            Sobur, Alex, 2003. Psikologi Umum, Bandung : Pustaka Setia

Minggu, 16 Desember 2012

Sejarah Ilmu Pendidikan




Sejak manusia menghendaki kemajuan dalam kehidupan, maka sejak itu timbul gagasan untuk melakukan pengalihan, pelestarian dan pengembangan kebudayaan melalui pendidikan. Maka itu dalam sejarah pertumbuhan masyarakat, pendidikan senantiasa menjadi perhatian utama dalam rangka memajukan kehidupan generasi demi generasi sejalan dengan tuntutan kemajuan masyarakatnya.
            Menurut keyakinan kita, sejarah pembentukan masyarakat dimulai dari keluarga Adam dan Hawa sebagai unit terkecil dari masyarakat besar umat manusia di muka bumi. Dalam keluarga Adam itulah telah dimulai proses kependidikan umat manusia, meskipun dalam ruang lingkup terbatas sesuai dengan kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya.
            Dasar minimal dari usaha mempertahankan hidup manusia terletak pada orientasi manusia ke arah 3 (tiga) hubungan, yaitu :
  1. Hubungan manusia dengan Yang Maha Pencipta yaitu Tuhan sekalian alam.
  2. Hubungan dengan sesama manusia. Dalam keluarga Adam, hubungan tersebut terbatas pada hubungan antar anggota keluarga.
  3. Hubungan dengan alam sekitar yang terdiri dari berbagai unsur kehidupan, seperti tumbuh-tumbuhan, binatang dan kekuatan alamiah yang ada.
Dari prinsip hubungan inilah, kemudian manusia mengembangkan proses pertumbuhan kebudayaannya. Proses inilah yang mendorong manusia ke arah kemajuan hidup sejalan dengan tuntutan yang semakin meningkat.
Manusia sebagai makhluk Tuhan, telah dikaruniai Allah kemampuan-kemampuan dasar yang bersifat rohaniah dan jasmaniah, agar dengannya manusia mampu mempertahankan hidup serta memajukan kesejahteraannya.
Kemampuan dasar manusia tersebut dalam sepanjang sejarah pertumbuhannya merupakan modal dasar untuk mengembangkan kehidupannya di segala bidang.
Sarana utama yang dibutuhkan untuk pengembangan kehidupan manusia tidak lain adalah pendidikan, dalam dimensi yang setara dengan tingkat daya cipta, daya rasa dan daya karsa masyarakat beserta anggota-anggotanya.
Oleh karena antara manusia dengan tuntutan hidupnya saling berpacu berkat dorongan dari ketiga daya tersebut, maka pendidikan menjadi semakin penting. Bahkan boleh dikata, pendidikan merupakan kunci dari segala bentuk kemajuan hidup umat manusia sepanjang sejarah.
Pendidikan berkembang dari yang sederhana (primitive), yang berlangsung dalam zaman dimana manusia masih berada dalam ruang lingkup kehidupan yang serba sederhana. Tujuan-tujuannya pun amat terbatas pada hal-hal yang bersifat survival (pertahanan hidup terhadap ancaman alam sekitar). Yaitu keterampilan membuat alat-alat untuk mencari dan memproduksi bahan-bahan kebutuhan hidup, beserta pemeliharaannya. Kemudian diciptakan pula alat-alat untuk mengolah hasil-hasil yang diperoleh menjadi bahan yang sesuai dengan kebutuhan.
Akan tetapi ketika manusia telah dapat membentuk masyarakat yang semakin berbudaya dengan tuntutan hidup yang semakin tinggi, pendidikan ditujukan bukan hanya pada pembinaan keterampilan, melainkan kepada pengembangan kemampuan-kemampuan teoritis dan praktis berdasarkan konsep-konsep berpikir ilmiah.
Kemampuan konsepsional demikian berpusat pada pengembangan kecerdasan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, faktor daya pikir manusia menjadi penggerak terhadap daya-daya lainnya untuk menciptakan peradaban dan kebudayaan yang semakin maju pula. Maka dalam proses perkembangan sejarah pendidikan, masyarakat manusia menciptakan bentuk-bentuk kehidupan yang bersifat dinamis, oleh karena antara pendidikan dengan masyarakat umat manusia terjadi proses saling pengaruh mempengaruhi (interaktif). Di satu pihak masyarakat dengan cita-citanya, mendorong terwujudnya pendidikan sebagai sarana untuk merealisasikan cita-cita, sedang di lain pihak pendidikan itu mencambuk masyarakatnya untuk bercita-cita lebih maju lagi. Bahkan pendidikan dalam suatu waktu tertentu menjadi pendobrak terhadap keterbelakangan cita-cita masyarakatnya.1)
Dengan demikian antara pendidikan dan masyarakat terjadi perpacuan (kompetisi) untuk maju. Itulah salah satu ciri dari masyarakat yang dinamis di mana pendidikan menjadi tumpuan kemajuan perkembangan hidupnya.
Khususnya masyarakat Islam yang berkembang sejak zaman Nabi Muhammad Saw. Melaksanakan missi  sucinya menyebarkan agamanya, pendidikan juga merupakan kunci kemajuan. Sumber-sumber pokok ajaran Islam yang berupa Al-Qur’an dan Al-Hadist, banyak mendorong pemeluknya untuk menciptakan pola kemajuan hidup yang dapat mensejahterakan pribadi dalam masyarakat, sehingga dengan kesejahtaraan yang berhasil diciptakannya, manusia secara individual dan sosial, mampu meningkatkan derajat dan martabatnya, baik bagi kehidupannya di dunia maupun di akhirat nanti. Derajat dan martabatnya sebagai khalifah di muka bumi dapat diraih berkat usaha pendidikan yang bercorak Islami itu.
Sejalan dengan missi agama Islam yang diturunkan Allah Swt. Kepada manusia, proses kependidikan Islam berusaha merealisasikan missi itu dalam tiap pribadi manusia yaitu ”menjadikan manusia sejahtera dan bahagia dalam cita Islam”.
Cita-cita Islam mencerminkan nilai-nilai normatif dari Tuhan yang bersifat abadi dan absolut dalam pengamalannya tidak mengikuti selera nafsu dan budaya manusia yang berubah-ubah menurut tempat dan waktu.
Nilai-nilai Islam yang demikian itulah yang ditumbuh kembangkan dalam diri pribadi manusia melalui proses transpormasi kependidikan. Proses kependidikan yang mentranspormasikan (merubah) nilai tersebut selalu berorientasi kepada kekuasaan Allah Swt, dan Iradah-nya yang menentukan keberhasilannya. Kemajuan peradaban manusia yang melingkupi kehidupannya, bagi manusia yang berkepribadian Islam, hasil proses kependidikan Islam akan tetap merasa berada dalam lingkaran hubungan vertikal dengan Tuhannya, dan hubungan horizontal dengan masyarakat.
Adapun metode dasar untuk mendidik manusia agar mampu mengembangkan diri dalam kehidupan yang semakin luas dan kompleks, terutama dalam memahami, menghayati dan mengamalkan missi agama Islam, berpangkal pada kemampuan membaca dan menulis dengan kalam, tidak saja sekedar membaca dan tulisan atau menuliskan hasil pengamatan, akan tetapi juga membaca, memahami, dan menjelaskan gejala alamiah yang diciptakan Tuhan dalam alam semesta ini.
Agar mampu membaca dengan tepat dan mendalam. Allah Swt, memberikan kepada manusia suatu kemampuan kecerdasan berpikir dan menganalisa gejala alam. Untuk itu Allah Swt, senantiasa mendorong manusia agar memfungsikan akal pikirannya untuk menganalisa tanda-tanda kekuasaan-nya yang nampak dalam alam semesta ciptaan-nya. Tidak kurang dari 300 kali Allah Swt, menyebutkan motivasi berpikir dalam kitab Al-Qur’an.
Kitab-kitab-nya (gaya bahasa) dan Al-Qur’an pun hanya ditujukan kepada manusia, bukan kepada binatang atau tumbuh-tumbuhan serta benda-benda mati.
Keutamaan makhluk manusia yang lebih dari makhluk lainnya adalah terletak pada kemampuan akal kecerdasannya. Oleh karena itu, kemampuan membaca dan menulis tersebut adalah yang pertama-tama diperintahkan oleh Allah Swt, kepada utusannya, Muhammad Rasulullah Saw, dalam wahyu pertamanya yang diturunkan kepda beliau, yaitu Surat Al-Alaq ayat 1 s.d 5. dan setelah dapat membaca dan menulis, manusia baru melangkah ke tingkat proses mengetahui hal-hal yang baru yang belum diketahui, sebagaimana Allah Swt, mengajarkan hal-hal itu kepadanya.

عَلَّمَ اْلاِ نْسَا نَ مَا لَمْ يَعْلَمْ       
Dengan mengetahui segala sesuatu yang terhampar di alam semesta dan yang berada di balik alam semesta, berulah manusia dapat beriman melalui kesadarannya. Jadi, dengan melalui proses membaca dan menulis dan mengatahui, kemudian beriman, manusia baru dapat menduduki tingkat atau derajat yang tinggi, sebagaimana dinyatakan Allah Swt dalam surat Al-Mujadalah ayat 11.

يَرْ فَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوُا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ اُوْتُواالعِلْمَ دَرَجَا تٍ (المجا د لة ١١)
Pengetahuan itulah yang mengantarkan manusia yang selalu berpikir dan menganalisa gejala alam ke arah ”berilmu pengetahuan” yang dilandasi dengan dzikir kepada Allah Swt. Menghasilkan berbagai jenis perangkat alat-alat teknologi untuk memajukan kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
Metode pendidikan Islam yang mendorong dan mengaktualisasikan serta memfungsikan segenap kemampuan kejiwaan yang naluriah, seperti akal pikiran, kemauan, perasaan manusia yang ditunjang dengan kemampuan jasmaniahnya, manusia akan berhasil dididik dan diajar sehingga menjadi manusia muslim paripurna, yaitu manusia yang beriman, berilmu pengetahuan dan beramal sholeh sesuai dengan tuntunan ajaran Islam seperti difirmankan Allah SWT. dalam Surat Ali-Imran Ayat : 190-191.
اِنَّ فِى خَلْقِ السَّمٰوَاتِ وَاْلاَرْضِ وَاخْتِلٰفِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيَاتٍ ِلاُولِى اْلاَلْبَابِ٭ اَلَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ قِيَا مًا وَقُعُوْدًا وَعَلٰى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِى خَلْقِ السَّمٰوَاتِ وَاْلاَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَا طِلاً سُبْحَا نَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

 (ال عمران ١٩٠ – ١٩١)
            Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berpikir; (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia; Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Ali-Imran, 190 – 191).
Dengan demikian jelaslah, bahwa Islam mengajarkan kepada manusia untuk melaksanakan pendidikan terhadap anak-anaknya, berdasarkan pandangan bahwa anak sebagai makhluk yang sedang bertumbuh dan berkembang ke arah kedewasaannya, memiliki kemampuan dasar yang dinamis dan responsif terhadap pengaruh dari luar dirinya, sehingga dalam proses mendidik tidak perlu terjadi pemaksaan-pemaksaan (otoriter) karena perbuatan demikian berlawanan dengan fitrah Allah Swt. Yaitu kemampuan dasar berkembang yang telah dianugrahkan Allah kepada tiap diri manusia.
Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya, anak harus dipandang sebagai hamba Allah yang paling mulia dengan kemampuan dan bakatnya dapat berkembang secara interaktif atau dialektis (saling pengaruh-mempengaruhi) antara kemampuan dasarnya dengan pengaruh pendidikan (ajar). Dengan demikian, pendidikan Islam menempatkan anak didik tidak saja menjadi objek pendidikan, melainkan juga memandangnya sebagai subjek didik.
Dalam hubungan dengan proses tersebut fungsi pendidikan Islam adalah sebagai pembimbing dan pengarah perkembangan dan pertumbuhan anak didik dengan sikap dan pandangan bahwa anak didik adalah hamba Allah yang diberi anugerah berupa potensi dasar yang mengandung tendensi untuk berkembang atau bertumbuh secara interaktif atau dialektis dengan pengaruh lingkungan.
Atas dasar konsepsional dari pola pikir demikian itulah, maka pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi tentang proses kependidikan yang bersifat progressif menuju ke arah kemampuan optimal anak didik yang berlangsung di atas landasan nilai-nilai ajaran islam.
Dengan demikian, maka pendidikan Islam dalam prosesnya harus berlangsung secara kontekstual dengan nilai-nilai, karena Islam sebagai agama wahyu mengandung sistem nilai yang menjadi pedoman hidup umat manusia dalam segala bidang, termasuk bidang kependidikan. Dalam kehidupan umat manusia baik secara individual maupun sosial, selalu dipengaruhi oleh sistem nilai, baik nilai kultural maupun nilai keagamaan. Sistem nilai yang bersumber pada kultur (kebudayaan) bersifat relatif (bergantung pada) yang bersifat tidak tetap, sedang sistem nilai agama wahyu (Islam) bersifat absolut (mutlak) tidak berubah-ubah mengikuti selera budaya manusia.
Secara teoritis pendidikan Islam sebagai Ilmu atau disiplin ilmu adalah merupakan konsepsi kependidikan yang mengandung berbagai teori yang dikembangkan dari hipotesa-hipotesa atau wawasan yang bersumber dari kitab suci Al-Qur’an atau Al-Hadist, baik dilihat dari segi sistem, proses dan produk (hasil) yang diharapkan maupun dari segi missionair-nya (tugas pokoknya) untuk membudayakan umat manusia agar bahagia dan sejahtera dalam hidupnya. Dalam proses kependidikan Islam terdapat problema-problema yang komples (tidak sederhana), oleh karena melibatkan berbagai input instrumental (guru, metode, kurikulum, sarana) dan dari input environmental (kebudayaan, tradisi, mitos, kemajuan ilmu dan teknologi yang berkembang di lingkungan sekitar) yang harus dijadikan bahan-bahan perumusan kebijaksanaan operasional.
Untuk mengarahkan proses yang konsisten sesuai cita-cita pendidikan Islam, maka fungsi Ilmu Pendidikan Islam teoritis adalah sebagai penunjuk jalan bagi proses operasionalisasinya. Proses operasionalisasi ini lah yang akan menjadi umpan balik (feed back) yang mengkoreksi berbagai teori yang disusun dalam Ilmu Pendidikan Islam, misalnya tentang bagaimana cara mendidik keimanan kepada anak didik atau berbagai dampak negatif dari kemajuan IPTEK (Ilmu dan Teknologi) harus ditangkal melalui pendidikan Islam dan sebagainya.