Minggu, 16 Desember 2012

Sejarah Ilmu Pendidikan




Sejak manusia menghendaki kemajuan dalam kehidupan, maka sejak itu timbul gagasan untuk melakukan pengalihan, pelestarian dan pengembangan kebudayaan melalui pendidikan. Maka itu dalam sejarah pertumbuhan masyarakat, pendidikan senantiasa menjadi perhatian utama dalam rangka memajukan kehidupan generasi demi generasi sejalan dengan tuntutan kemajuan masyarakatnya.
            Menurut keyakinan kita, sejarah pembentukan masyarakat dimulai dari keluarga Adam dan Hawa sebagai unit terkecil dari masyarakat besar umat manusia di muka bumi. Dalam keluarga Adam itulah telah dimulai proses kependidikan umat manusia, meskipun dalam ruang lingkup terbatas sesuai dengan kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya.
            Dasar minimal dari usaha mempertahankan hidup manusia terletak pada orientasi manusia ke arah 3 (tiga) hubungan, yaitu :
  1. Hubungan manusia dengan Yang Maha Pencipta yaitu Tuhan sekalian alam.
  2. Hubungan dengan sesama manusia. Dalam keluarga Adam, hubungan tersebut terbatas pada hubungan antar anggota keluarga.
  3. Hubungan dengan alam sekitar yang terdiri dari berbagai unsur kehidupan, seperti tumbuh-tumbuhan, binatang dan kekuatan alamiah yang ada.
Dari prinsip hubungan inilah, kemudian manusia mengembangkan proses pertumbuhan kebudayaannya. Proses inilah yang mendorong manusia ke arah kemajuan hidup sejalan dengan tuntutan yang semakin meningkat.
Manusia sebagai makhluk Tuhan, telah dikaruniai Allah kemampuan-kemampuan dasar yang bersifat rohaniah dan jasmaniah, agar dengannya manusia mampu mempertahankan hidup serta memajukan kesejahteraannya.
Kemampuan dasar manusia tersebut dalam sepanjang sejarah pertumbuhannya merupakan modal dasar untuk mengembangkan kehidupannya di segala bidang.
Sarana utama yang dibutuhkan untuk pengembangan kehidupan manusia tidak lain adalah pendidikan, dalam dimensi yang setara dengan tingkat daya cipta, daya rasa dan daya karsa masyarakat beserta anggota-anggotanya.
Oleh karena antara manusia dengan tuntutan hidupnya saling berpacu berkat dorongan dari ketiga daya tersebut, maka pendidikan menjadi semakin penting. Bahkan boleh dikata, pendidikan merupakan kunci dari segala bentuk kemajuan hidup umat manusia sepanjang sejarah.
Pendidikan berkembang dari yang sederhana (primitive), yang berlangsung dalam zaman dimana manusia masih berada dalam ruang lingkup kehidupan yang serba sederhana. Tujuan-tujuannya pun amat terbatas pada hal-hal yang bersifat survival (pertahanan hidup terhadap ancaman alam sekitar). Yaitu keterampilan membuat alat-alat untuk mencari dan memproduksi bahan-bahan kebutuhan hidup, beserta pemeliharaannya. Kemudian diciptakan pula alat-alat untuk mengolah hasil-hasil yang diperoleh menjadi bahan yang sesuai dengan kebutuhan.
Akan tetapi ketika manusia telah dapat membentuk masyarakat yang semakin berbudaya dengan tuntutan hidup yang semakin tinggi, pendidikan ditujukan bukan hanya pada pembinaan keterampilan, melainkan kepada pengembangan kemampuan-kemampuan teoritis dan praktis berdasarkan konsep-konsep berpikir ilmiah.
Kemampuan konsepsional demikian berpusat pada pengembangan kecerdasan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, faktor daya pikir manusia menjadi penggerak terhadap daya-daya lainnya untuk menciptakan peradaban dan kebudayaan yang semakin maju pula. Maka dalam proses perkembangan sejarah pendidikan, masyarakat manusia menciptakan bentuk-bentuk kehidupan yang bersifat dinamis, oleh karena antara pendidikan dengan masyarakat umat manusia terjadi proses saling pengaruh mempengaruhi (interaktif). Di satu pihak masyarakat dengan cita-citanya, mendorong terwujudnya pendidikan sebagai sarana untuk merealisasikan cita-cita, sedang di lain pihak pendidikan itu mencambuk masyarakatnya untuk bercita-cita lebih maju lagi. Bahkan pendidikan dalam suatu waktu tertentu menjadi pendobrak terhadap keterbelakangan cita-cita masyarakatnya.1)
Dengan demikian antara pendidikan dan masyarakat terjadi perpacuan (kompetisi) untuk maju. Itulah salah satu ciri dari masyarakat yang dinamis di mana pendidikan menjadi tumpuan kemajuan perkembangan hidupnya.
Khususnya masyarakat Islam yang berkembang sejak zaman Nabi Muhammad Saw. Melaksanakan missi  sucinya menyebarkan agamanya, pendidikan juga merupakan kunci kemajuan. Sumber-sumber pokok ajaran Islam yang berupa Al-Qur’an dan Al-Hadist, banyak mendorong pemeluknya untuk menciptakan pola kemajuan hidup yang dapat mensejahterakan pribadi dalam masyarakat, sehingga dengan kesejahtaraan yang berhasil diciptakannya, manusia secara individual dan sosial, mampu meningkatkan derajat dan martabatnya, baik bagi kehidupannya di dunia maupun di akhirat nanti. Derajat dan martabatnya sebagai khalifah di muka bumi dapat diraih berkat usaha pendidikan yang bercorak Islami itu.
Sejalan dengan missi agama Islam yang diturunkan Allah Swt. Kepada manusia, proses kependidikan Islam berusaha merealisasikan missi itu dalam tiap pribadi manusia yaitu ”menjadikan manusia sejahtera dan bahagia dalam cita Islam”.
Cita-cita Islam mencerminkan nilai-nilai normatif dari Tuhan yang bersifat abadi dan absolut dalam pengamalannya tidak mengikuti selera nafsu dan budaya manusia yang berubah-ubah menurut tempat dan waktu.
Nilai-nilai Islam yang demikian itulah yang ditumbuh kembangkan dalam diri pribadi manusia melalui proses transpormasi kependidikan. Proses kependidikan yang mentranspormasikan (merubah) nilai tersebut selalu berorientasi kepada kekuasaan Allah Swt, dan Iradah-nya yang menentukan keberhasilannya. Kemajuan peradaban manusia yang melingkupi kehidupannya, bagi manusia yang berkepribadian Islam, hasil proses kependidikan Islam akan tetap merasa berada dalam lingkaran hubungan vertikal dengan Tuhannya, dan hubungan horizontal dengan masyarakat.
Adapun metode dasar untuk mendidik manusia agar mampu mengembangkan diri dalam kehidupan yang semakin luas dan kompleks, terutama dalam memahami, menghayati dan mengamalkan missi agama Islam, berpangkal pada kemampuan membaca dan menulis dengan kalam, tidak saja sekedar membaca dan tulisan atau menuliskan hasil pengamatan, akan tetapi juga membaca, memahami, dan menjelaskan gejala alamiah yang diciptakan Tuhan dalam alam semesta ini.
Agar mampu membaca dengan tepat dan mendalam. Allah Swt, memberikan kepada manusia suatu kemampuan kecerdasan berpikir dan menganalisa gejala alam. Untuk itu Allah Swt, senantiasa mendorong manusia agar memfungsikan akal pikirannya untuk menganalisa tanda-tanda kekuasaan-nya yang nampak dalam alam semesta ciptaan-nya. Tidak kurang dari 300 kali Allah Swt, menyebutkan motivasi berpikir dalam kitab Al-Qur’an.
Kitab-kitab-nya (gaya bahasa) dan Al-Qur’an pun hanya ditujukan kepada manusia, bukan kepada binatang atau tumbuh-tumbuhan serta benda-benda mati.
Keutamaan makhluk manusia yang lebih dari makhluk lainnya adalah terletak pada kemampuan akal kecerdasannya. Oleh karena itu, kemampuan membaca dan menulis tersebut adalah yang pertama-tama diperintahkan oleh Allah Swt, kepada utusannya, Muhammad Rasulullah Saw, dalam wahyu pertamanya yang diturunkan kepda beliau, yaitu Surat Al-Alaq ayat 1 s.d 5. dan setelah dapat membaca dan menulis, manusia baru melangkah ke tingkat proses mengetahui hal-hal yang baru yang belum diketahui, sebagaimana Allah Swt, mengajarkan hal-hal itu kepadanya.

عَلَّمَ اْلاِ نْسَا نَ مَا لَمْ يَعْلَمْ       
Dengan mengetahui segala sesuatu yang terhampar di alam semesta dan yang berada di balik alam semesta, berulah manusia dapat beriman melalui kesadarannya. Jadi, dengan melalui proses membaca dan menulis dan mengatahui, kemudian beriman, manusia baru dapat menduduki tingkat atau derajat yang tinggi, sebagaimana dinyatakan Allah Swt dalam surat Al-Mujadalah ayat 11.

يَرْ فَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوُا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ اُوْتُواالعِلْمَ دَرَجَا تٍ (المجا د لة ١١)
Pengetahuan itulah yang mengantarkan manusia yang selalu berpikir dan menganalisa gejala alam ke arah ”berilmu pengetahuan” yang dilandasi dengan dzikir kepada Allah Swt. Menghasilkan berbagai jenis perangkat alat-alat teknologi untuk memajukan kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
Metode pendidikan Islam yang mendorong dan mengaktualisasikan serta memfungsikan segenap kemampuan kejiwaan yang naluriah, seperti akal pikiran, kemauan, perasaan manusia yang ditunjang dengan kemampuan jasmaniahnya, manusia akan berhasil dididik dan diajar sehingga menjadi manusia muslim paripurna, yaitu manusia yang beriman, berilmu pengetahuan dan beramal sholeh sesuai dengan tuntunan ajaran Islam seperti difirmankan Allah SWT. dalam Surat Ali-Imran Ayat : 190-191.
اِنَّ فِى خَلْقِ السَّمٰوَاتِ وَاْلاَرْضِ وَاخْتِلٰفِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيَاتٍ ِلاُولِى اْلاَلْبَابِ٭ اَلَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ قِيَا مًا وَقُعُوْدًا وَعَلٰى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِى خَلْقِ السَّمٰوَاتِ وَاْلاَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَا طِلاً سُبْحَا نَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

 (ال عمران ١٩٠ – ١٩١)
            Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berpikir; (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia; Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Ali-Imran, 190 – 191).
Dengan demikian jelaslah, bahwa Islam mengajarkan kepada manusia untuk melaksanakan pendidikan terhadap anak-anaknya, berdasarkan pandangan bahwa anak sebagai makhluk yang sedang bertumbuh dan berkembang ke arah kedewasaannya, memiliki kemampuan dasar yang dinamis dan responsif terhadap pengaruh dari luar dirinya, sehingga dalam proses mendidik tidak perlu terjadi pemaksaan-pemaksaan (otoriter) karena perbuatan demikian berlawanan dengan fitrah Allah Swt. Yaitu kemampuan dasar berkembang yang telah dianugrahkan Allah kepada tiap diri manusia.
Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya, anak harus dipandang sebagai hamba Allah yang paling mulia dengan kemampuan dan bakatnya dapat berkembang secara interaktif atau dialektis (saling pengaruh-mempengaruhi) antara kemampuan dasarnya dengan pengaruh pendidikan (ajar). Dengan demikian, pendidikan Islam menempatkan anak didik tidak saja menjadi objek pendidikan, melainkan juga memandangnya sebagai subjek didik.
Dalam hubungan dengan proses tersebut fungsi pendidikan Islam adalah sebagai pembimbing dan pengarah perkembangan dan pertumbuhan anak didik dengan sikap dan pandangan bahwa anak didik adalah hamba Allah yang diberi anugerah berupa potensi dasar yang mengandung tendensi untuk berkembang atau bertumbuh secara interaktif atau dialektis dengan pengaruh lingkungan.
Atas dasar konsepsional dari pola pikir demikian itulah, maka pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi tentang proses kependidikan yang bersifat progressif menuju ke arah kemampuan optimal anak didik yang berlangsung di atas landasan nilai-nilai ajaran islam.
Dengan demikian, maka pendidikan Islam dalam prosesnya harus berlangsung secara kontekstual dengan nilai-nilai, karena Islam sebagai agama wahyu mengandung sistem nilai yang menjadi pedoman hidup umat manusia dalam segala bidang, termasuk bidang kependidikan. Dalam kehidupan umat manusia baik secara individual maupun sosial, selalu dipengaruhi oleh sistem nilai, baik nilai kultural maupun nilai keagamaan. Sistem nilai yang bersumber pada kultur (kebudayaan) bersifat relatif (bergantung pada) yang bersifat tidak tetap, sedang sistem nilai agama wahyu (Islam) bersifat absolut (mutlak) tidak berubah-ubah mengikuti selera budaya manusia.
Secara teoritis pendidikan Islam sebagai Ilmu atau disiplin ilmu adalah merupakan konsepsi kependidikan yang mengandung berbagai teori yang dikembangkan dari hipotesa-hipotesa atau wawasan yang bersumber dari kitab suci Al-Qur’an atau Al-Hadist, baik dilihat dari segi sistem, proses dan produk (hasil) yang diharapkan maupun dari segi missionair-nya (tugas pokoknya) untuk membudayakan umat manusia agar bahagia dan sejahtera dalam hidupnya. Dalam proses kependidikan Islam terdapat problema-problema yang komples (tidak sederhana), oleh karena melibatkan berbagai input instrumental (guru, metode, kurikulum, sarana) dan dari input environmental (kebudayaan, tradisi, mitos, kemajuan ilmu dan teknologi yang berkembang di lingkungan sekitar) yang harus dijadikan bahan-bahan perumusan kebijaksanaan operasional.
Untuk mengarahkan proses yang konsisten sesuai cita-cita pendidikan Islam, maka fungsi Ilmu Pendidikan Islam teoritis adalah sebagai penunjuk jalan bagi proses operasionalisasinya. Proses operasionalisasi ini lah yang akan menjadi umpan balik (feed back) yang mengkoreksi berbagai teori yang disusun dalam Ilmu Pendidikan Islam, misalnya tentang bagaimana cara mendidik keimanan kepada anak didik atau berbagai dampak negatif dari kemajuan IPTEK (Ilmu dan Teknologi) harus ditangkal melalui pendidikan Islam dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar